Skip to main content

Pengalaman merokok

ROKOK

Bila ditanya kapan gw mulai kenal dan mulai ngerokok, jawaban gw adalah pas gw masih duduk di kelas 2 Madrasah. Gila ya, sedini itu gw udah mengenal yang namanya tembakau yang di bakar. Actually, gw saat itu baru cuma sebatas kenal rokok, tapi pas saat gw di jam istirahat ada seseorang guru madrasah membuang puntung rokoknya di halaman sekolah, terus gw pungut dan menghisapnya rokok puntung yang masih nyala itu, cuma hisap dan huhhh keluarin asap, temen sekitar gw pada ketawa.

Zaman itu tindakan merokok sudah sangat lazim gw jumpai, terlebih bokap gw adalah smokeharder. Banyak faktor yang membuat gw dengan sendirinya mulai mengenal lebih dekat dengan rokok bahkan sekarang gw bisa di bilang udah menjadi perokok yang aktif semenjak 10 tahun terakhir. Dari faktor genetik, environment dan behaviour. Gw pernah baca artikel mengenai asal seseorang kecanduan merokok yang sumbernya tidak diketahui gw karena lupa, d tulisan tersebut di katakan bahwa perokok terjadi karena faktor keturunan sebanyak 70 %. jadi idealnya ya gw jadi smoker karena mungkin bokap gw seorang perokok, berat malah. Gw sendiri pun takut nanti anak2 gw jadi perokok karena gw sekarang udah merokok.

 Pas gw menginjak di bangku SMP, kelas VIII (kelas 2) tepatnya,gw udah mulai terpengaruh faktor lingkungan perokok dari temen2 gw yang mulai merokok. Saat jam istirahat setelah makan siang gw dan sekelompok temen gw jalan menuju warung nongkrong yang terbilang cukup aman untuk merokok, padahal saat itu gw tergolong siswa baik2 (tsahh..), saat gw masuk ke tongkrongan siswa pada ngerokok itu banyak yang memandang aneh ke gw, malah ada yang nyeletuk “orang baru”. mungkin disitulah fase labil jiwa gw yang mudah terpengaruh oleh lingkungan.

Kami disana membeli rokok batangan, kalo ga salah beli 2 btg yang kami hisap bertiga, satu batang rame2, istilahnya steng steng, gw cuma hisap buang, hisap buang tidak dihisap layakanya perokok yang udah mahir yaitu dihisap ke pernafasan kemudian huhhhh…. mantap. Karena tindakan merokok keliatan belum benar oleh temen lain gw dikatain,”ko ngerokok ke gitu?”,. sejatinya merokok adalah dihisap sedalam dalamnya kemudian dikeluarkan, begitu terus sampe habis diselangi ngobrol biasanya.

Iya sih gw perhatikan cara merokok gw beda dengan yang lainya, gw perhatikan saat mereka yang udah lulus dalam cara merokok, mereka saat mengeluarkan asap dari mulut asapnya itu lurus lembut ke iklan shampo, bukan. Akhirnya gw tiru cara merokok like them. Uhuukkk…. uhuukkk, batuk gw saat hisap asap rokok ke dalam paru2. gw diketawain sekitar, mata gw merah, dada gw sakit kemudian gw ga lanjut ngerpkok. Dan batuk pertama itu adalah bisa di ibaratkan awal instalasi (rokok.exe) yang merespon ke otak gw kemudian tersemat dengan sempurna di jiwa dan ragaku ini. Sampai saat ini gw susah untuk “uninstall” nya.

Setelah tubuh gw dikenal asap rokok, akhirnya naluri merokok gw pelan2 “memanggil” setiap hari untuk merokok. Gw pun jadi kebiasaan merokok dan masih batuk2 selama beberapa minggu, gw jadi biasa ngantongin rokok di saku depan seragam gw.

Saat gw SMA, gw udah sangat bisa atau dibilang sudah jadi master of the smoker, gw saat itu udah merasa bebas merokok karena sekolah gw jauh dari kampung gw dan mengharuskan gw ngekos deket tempat sekolah. Gw langsung membeli rokok tanpa cengkeh sebungkus (MArlboro merah) masih 7rb an /bks. Dan saat itu pula gw mengenal beragam jenis rokok. Di pangkalan angkot gw sering membeli rokok djarum cappucino, saat jam makan siang gw beli rokok garpit dan jam pulang sekolah beli rokok djarum super, saat nongkrong malem di rumah ama temen2 sebaya gw beli rokok djarum super lagi, lagi lagi gw beli batangan dan steng2.

Umur gw sampe tulisan ini di buat udah sepertiga abad, pernah beberapa kali mencoba untuk stop merokok, tapi selalu gagal, cm bisa bertahan beberapa hari kdang seminggu dan back to smoke.

PS: jangan dekat2 dengan rokok, bahaya.

Comments

Popular posts from this blog

Naek gunung

puncak Awal minggu kedua dari bulan Mei duaribulimabelas. Begini, gw memakai sarung tangan, masker, sumpal telinga dengan earphone, buka smartphone dan radio on (87,6 fm Jakarta) langsung tancap gas menuju outdoor stores di bilangan Dr. Satrio Kuningan. Geliat keuangan tak diperhatikan dengan seksama/detail yang penting gw dapetin tu barang2, kalap. Walau gw sadar, itu semua barang akan berakhir di tangan adik gw yang udah duluan “gila” dengan tumpukan tanah yang menjulang tinggi ribuan meter di atas permukaan air asin tapi dia belum memiliki nya, lengkap dengan aturan2 sakralnya.  Yaitu yang bernama gunung. Sudah seperti yang berpengalaman saja berada di kios outdoors, padahal mah kaga. Gw belaga so tau dengan istilah2 outdoor equipment, padahal modal browsing sana sini. Jujur  gw. Dan ucapan pertama belaga so tau gw adalah “sleeping bag”. Mas, ada sleeping bag? *dengan tangan kiri melingkar, hohoho. Naik turun milihin jaket buat bergunung ria, kios itu dua lantai. Ga ada yan

Spectre Thriller

Tulisan ini saya dapat saat di StarBak gambir. Suatu malam setelah bekerja seharian, saya kelaparan. Hari itu mulut dan perut ingin dikenyangkan dengan makanan ala Indonesia. Maka saya memilih sebuah warung di pinggiran mall, warteg. Yaah… warung sekarang bisa berdiri di mal. Makanan  ndeso masuk pasar papan atas. Harganya tentu beda. Mereka menjual makanan rakyat dengan harga setinggi langit, dengan dekor dan pernik perlengkapan makanannya murah meriah. Mau dikatakan itu tidak adil... saya sendiri saja tak tahu adil itu artinya apa. Apalagi tidak adil. Saya memilih tempat duduk di luar, bisa memerhatikan gaya orang lalu lalang berjalan, gaya mereka berdandan. Belum lagi kalau memergoki gaya beberapa pribadi kondang yang acap kali muncul di pasar rakyat papan atas itu. Biasanya, pemandangan semacam itu memancing diskusi dengan teman-teman. Maksudnya, membicarakan kekurangan orang lain. Daripada saya ngegosip yang ga boleh itu, mending saya bahas film yang dinanti, yaitu Mr Doubl